selamat datang didunia senja

sebuah catatan kaki,dari sebuah kaki mungil yang membuat langkah langkah kecil,untuk menapaki luasnya kehidupan ini

Kamis, 17 Maret 2022

Muara

 Tentu saja

kau adalah muara

Adalah samudera

 yang ingin kutuju


Tapi Kekasihku

sungai ini masih teramat panjang dan berliku liku.

Sabtu, 05 Maret 2022

*RUANG HATI*

 Mau kubuka atau kututup pintu ini

Kau sudah terlanjur jadi penghuni


Jadi ketika kudengar ketuk pintu malam-malam

Aku tahu kau sedang mengetuknya dari dalam

Mungkin sekadar memberi salam


Atau sebatas mengirim tanda

Bahwa..

Kau masih di sana

Masih berjaga


Cikarang, Maret 2020

Selasa, 11 Desember 2018

Kepada Hujan

..tunggu ! ..

Jangan reda dulu..
Belum tuntas kau gigilkan ingatan
Belum kuyup kau basahi kenangan
.............
Ada yang terlewatkan
Yang luput kau ceritakan.

**

Kisah tentang peron dan sebuah lambaian tangan.
Kau disana bukan?
Merekam segalanya pada setiap butiran.

***

Maukah kau ulangi?
Mengisahkannya padaku sekali lagi.
-----------

Rabu, 14 November 2018

Suwung


Suwung itu perasaan
semisal, ketika ruangan di hatiku penuh dijejali rindu,
Tetapi tak satupun yang bisa kusampaikan padamu

Suwung itu kosong
Mungkin tak pernah benar benar kosong.
Mungkin sesekali kau pernah menyinggahi sembunyi sembunyi.
Mungkin..

Suwung itu sunyi.
Mungkin bukan benar benar sunyi.
Masih bisa kudengar gema suaramu sesekali

Tapi sebenar benarnya suwung itu, kekasihku.
Adalah rindu yang tunduk pada jarak
Hati yang tak berani mencintai

Cikarang, November 2018

Rabu, 15 Maret 2017

Lelaki Yang Mencintai Kemarau

Kau terbangun pagi ini
Dan terlihat mulutmu menggumam sesuatu tanpa henti
Seperti tengah bercakap dengan seseorang

Bayangan kekasihmu?
Atau seseorang yang berjaga sepanjang malam di kepalamu?

Diluar, Juni menyapamu dengan rintik hujan ( yang memantul mantul di buram kaca jendelamu)
Bunyinya menyadarkanmu
Bahwa ada yang harus selesai
Ada yang mesti usai
Juga kemaraumu

Kau tak membenci hujan
Hanya saja terlalu mencintai kemarau
Mencintai tiup anginnya yang lembut
Yang selalu kau bayangkan sebagai jemari kekasihmu yang memainkan anak anak rambutmu

Kasmaran pada langitnya yang biru
Yang mengingatkanmu pada warna telaga di sepasang mata kekasihmu.

Kau hanya terlalu mencintai kemarau
Tapi tak pernah benar-benar membenci hujan
Bukankah musim harus berganti
Supaya tunas-tunas berkembang
Agar burung-burung tetap terbang

Kau berjalan menembus hujan
Sambil kau dekap erat kemarau di dadamu agar tak kebasahan

RINDU ADALAH KUTUKAN YANG MESTI KUTANGGUNG BERMALAM MALAM

Rindu adalah kutukan yang mesti kutanggung bermalam malam
Sejak aku menyelami telaga matamu terlalu dalam.

Lihatlah..
Tubuhku terduduk di tepi ranjang
Tapi kau menyeret anganku keluar kamar
Meloncati pagar
Pergi menemu sunyi yang gugur bersama bunga bunga randu alas di belakang rumahmu

Jika rindu adalah hujan
Maka aku anak-anak sungai yang meluap karenanya
Jika rindu adalah angin
Maka aku helai-helai daun yang tak berhenti gemetar karenanya.

Tapi sekali lagi
Rindu hanyalah kutukan yang mesti kutanggung bermalam malam.
Dan kita dua pasang lengan yang dijauhkan
Gemetar membayangkan sebuah hangat pelukan.

MENATAP HUJAN DI MALAM HARI DARI BALIK JENDELA RUANG TAMU, AKU SEPERTI MELIHAT LANSKAP KESEDIHAN PADA SEBATANG POHON.

Deretan pohon di tepi jalan
Terlihat seperti berpasang-pasang lengan yang memeluk kesunyian.
Aku menatap ranting yang basah
Kubayangkan ia tiba tiba rindu pada selembar daun yang sore tadi jatuh ke tanah
*
Ia mengingat hari dimana daun itu datang sebagai tunas
Lalu tumbuh menjadi lembar daun,
dan berjanji untuk sentiasa rimbun
Menjaganya tetap teduh dari matahari.
Di ingatnya
betapa gembira saat daun itu jatuh cinta
kepada angin
Yang membuatnya senantiasa menari dan berbisik bisik entah apa.
**
Musim membuatnya kuning dan mengering
Sore itu
Tiba saat ia dipatahkan angin
Melepas pelukannya pada ranting.
***
Melihat ranting aku seperti melihat diriku
Menatap daun jatuh aku seperti menatap dirimu
Dibebani banyak luka
Tapi tak tau cara bersedih.